judul baru

Wednesday 1 February 2012

Renungan

By: Juliana A Hamid



Guyuran air yang sejuk dan dingin mengangkat gerah dari tubuh lelah ku, memberikan kesejukan bukan hanya pada fisik namun juga menyelusup kedalam benakku setelah seharian kuhabiskan waktu tuk dinas di RSJ. Dan tak begitu lama azan Ashar pun berkumandang pertanda seruan sang Maha Suci tlah datang, dengan tubuh segar, baju bersih dan wangi tentunya, aku menghadap Allah Yang Maha Besar. Kesejukan meresap dari lantunan qalam Illahi yang bergaung dalam hatiku, perjuangan keras menekuni arti dari sedikit ayat-ayat Al-quran yang kupahami membuahkan hasil. Aku menemukan keteguhan dan ketenangan jiwa. Saat usai shalat, seperti biasa aku berzikir sejenak dan bermunajah mencurahkan seluruh isi hati kepada Rabbku. Kali ini ada sedikit yang berbeda dari diri ku setelah beberapa saat berzikir aku belum juga beranjak dari mihrabku. Aku terhanyut dalam lamunan, pikiran ku menerawang menyusup ke alam memoriku, aku mencoba memutar kembali rekaman beberapa kisah di RSJ selama 3 minggu aku dinas di tempat itu.

Sejenak aku larut dalam alam ingatan ku Dada ku terasa sesak, seakan ada beban yang begitu besar yang mendesak ronggga dada ini, makin lama terasa beban ini semakin berat aku tidak mampu menampungnya lagi. rasanya benar-benar ingin kutumpahkan semuanya keluar dari dadaku, bahkan sekarang dia sudah naik memenuhi kepala dan bersarang di  ubun-ubunku sungguh aku tak bisa menahannya lagi, kali ini ku coba menghela nafas panjang mengiringi mata yang kupenjamkan, sebutir tetes bening mengalir membasahi pipiku, mengalir dengan derasnya, Mengalir pada gurat luka yang memanjang dari sudut kiri atas dan kanan tulang hidungku, memanjang hingga batas rahang kanan dan kiri ku. Isak tangis tak tertahankan lagi...

Untuk kesekian kali aku mencoba menghela nafas dalam tuk menata kembali kecambuk hati yang galau.
Astaghfirullahhal’adzim...  Astaghfirullahhal’adzim... berkali-kali terucap dari lisan ku kuulangi tuk nenangi jiwa ini.

Ya Allah...Ya Tuhanku Rabbi... sungguh aku ini hamba yang tak pernah bersyukur... aku sangat tidak adil terhadap mu... aku malu ya Allah.” Waktu yang telah engkau berikan selama ini banyak sekali aku habiskan pada hal sia2.. aku lalai. Aku terlalu sibuk dengan dunia ku... Bom waktu hampir saja membunuh ku.
Ya Allah, Engkau begitu sangat menyayangiku,, engkau telah memberikan segalanya untukku tiada cacat satupun, aku telah terlahir sehat dngan anggota tubuh yang lengkap kedunia ini, padahal begitu banyak diluar sana yang engkau takdirkan terlahir cacat,, aku masih memiliki Mak dan Bapak yang begitu sangat mencitai dan menyayangiku, aku punya kakak dan adik2 yang begitu perhatian kepadaku, punya banyak sahabat dan sanak family sebagai penghibur luka laraku,,
Dan yang teristimewa  sehat jiwa masih engkau titip pada diri ini.
Rezeki yang tiada putus-putusnya terus engkau beri untukku, aku belum pernah merasakan kelaparan satu waktu pun,,
Aku dapat mengecam bangku pendidikan, semua Azzam, asa dan cita-cita ku engkau kabulkan, satu persatu akhirnya jadi kenyataan... tiada satu pun yang kurang... tiada yang kurang
Kurang apa diriku, kurang apa... hanya kurang... bersyukurnya aku pada Mu wahai Tuhan yang Maha Pengasih dan penyayang. Aku adalah hamba yang tak tau diri dan tak tau berterima kasih.
Aku sangat malu pada Mu Allah,,,mereka saja bisa... aku kalah dengan mereka, mereka yang telah Engkau cabut nikmat sehat jiwa, namun lebih baik dari diriku... salah satunya Aisiun.
Ia,, aisiun seorang gadis kebangsaan Tionghoa yang aku temui saat aku dinas beberapa minggu yang lalu di RSJ (Rumah Sakit Jiwa),, asiun adalah seorang gadis berumur 26 tahun, gadis dengan nama panggilan  asiun ini menjadi mualllaf tahun 1998, dia diislamkan oleh seorang Tgk di sebuah Dayah di Aceh Utara bersama Abangnya. Sungguh sayang gadis cantik kebangsaan thionghoa ini sudah yatim piayatu kedua orang tuanya udah meninggal, dulu aisiun dan abangnya syarifuddin tinggal di Dayah itu, namun sejak abangnya meninggal aisiun pun mulai sakit-sakitan (terganggu jiwanya) dan dirawat diRSJ sudah 7X keluar masuk rumah sakit. Sekarang aisiun benar-benar tinggal sebatangkara didunia ini. semua sanak kluarganya tlah meninggal saat tsunami 7 tahun silam...namun aisiun tetap tegar dalam menghadapi hidup,.......

Banyak hal yang kupelajari dari Aisiun,

aisiun mengajariku tentang kesabaran, bersabar dalam ujian yang Allah berikan, aisiun bersabar menunggu kesembuhannya setelah sekian lama penyakit itu hinggap di jiwanya, aisiun mengajarikukeikhlasan, ia, ikhlas melepaskan kepergian seluruh sanak saudaranya walaupun sekarang hanya tinggal sendiri..
Aku belajar tuk bersyukur dari gadis muallaf ini, bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki, masih teringat jelas oleh ku kata2 aisiun “Alhamdulillah aku masih punya tempat tinggal, masih bisa makan 3x sehari, aku masih punya banyak kawan disini”... belajar kesetiaan dan saling menyayangi,mereka saling berbagi walau itu sepotong roti, itu pertanda bahwa tingginya sikap sosialnya dan mereka tidak egois,

Bukan itu saja, ternyata gadis yang dulunya punya cita2 menjadi seorang guru ini, mengajariku tentang ketrampilan melipat kertas, dari lembaran2 origami dapat disulapnya menjadi macam-macam bentuk seni, dia juga bisa memijat, pandai memasak, dan pernah menjadi guru privat,... bukan hanya itu saja aisiun bisa membaca do’a shalat dengan fashih, makhraj dan tajwid yang begitu jelas begitu pula halnya dengan mengaji...aku kagum ternyata kak aisiun gadis yang cerdas bisiku dalam hati. Sungguh....Allah Maha adil ternyata dibalik kekurangannya berjuta kelebihan yang tersimpan dari kak aisiun.

Yang paling membuat aku terhenyut, kak aisiun tak pernah lupa mengingat Allah dimanapun berada walau dengan kondisi ia saat ini, saat makan, minum, berpakaian aku perhatikan do’a tiada pernah ia lupakan, begitu juga aku lihat saat dia lupa akan sesuatu hal istighfar selalu diucapnya, serta disela-sela omongan nya lafadz zikir selalu tak dilupakan sungguh... Astaghfirullahal’adhim,,,YaAllah...Alhamdulillah, dan kalimt2 agung lainnya, selalu keluar dari lisan gadis dengan diagnosa medis Skizofrenia Residual ini.

Sempat aku bertanya padanya: siapa yang mengajarkan kakak berzikir, mengaji,? bagus kali bacaannya k2k ya?,, ah mana ada jwb’a (dengan sikap tawadhu’), zikir dan do’a shalat serta mengaji  diajarkan oleh tgk. Saat aku dan abang tinggal di dayah dulu, kata tgk.kami Zikir obat yang paling mujarab tuk penyakit hati juga dapat menengakan jiwa kita. Pesan tgk. Pada ku tuk banyak2 berzikir, kemanapun kita pigi Allah tetap harus ada dihati ucap kak aisiun...sambil tersenyum lembut menoleh kearahku.. aku hanya terdiam tercengang.
Gadis berkulit putih, beramput lurus dan bermata cipit ini jika dilihat sekilas seperti bukan seorang yang sedang sakit jiwa, cara ngomongnya begitu waras, bisikku dalam hati.

Satu hal lagi kawan..., kak aisiun tidak pernah berputus asa dia selalu berusaha keras tuk melawan penyakitnya, cara-cara yang sudah diajarkan tuk mengusir haalusinasi suara yang didengarnya yang membuat dia ngomong2, ketawa2, dan nangis2 sendiri selalu dilakukan dengan sungguh2..tanpa mengeluh..

Aku masih merasakan butir bening mengalir hangat di pipiku, bersama rasa malu dan bersalah yang perlahan menyeruak kalbuku. Aku telah menyia2kan banyak kesempatan yang Allah berikan selama ini, banyak waktu yang terbuang dengan sia2..Astaghfirullahal’adhzim. ”Tiada Tuhan Selain Engkau wahai Allah, Maha Suci Engkau wahai Tuhanku, sesungguhnya aku adalah orang2 yang dhalim”.

Derit pagar beriringan  dengan Dentang jam mengejutkan aku dari lamunan panjang, membawa aku  kembali pada alam saat ini.!!!.

Alhamdulillah syukurku pada mu ya Allah telah engkau pertemukanaku dengan Aisiun dan teman2nya... banyak pelajaran berharga yang aku dapat dari Mereka.

Kawan kisah tentang aisiun ini hanya sebahagian kecil dari sederet kisah-kisah ku lainnya selama dinas di RSJ,. Pesan ku: “jika da waktu n kesempatan coba sekali2 maen2 ketempat mereka”.

Mudah2han rangkaian kata2 diatas dapat bermanfaat bagi pembaca,,, maaf klo dalam membaca susah dipahami dan agak bingung...
Harap maklum catan ini pengalaman pertama saya dalam menulis, saya bukan seorang sastrawan atau jurnalis yang pandai merangkai kata.