by: arifin jamil
ABSTRAK
Pendidikan bermatlamat untuk melahirkan generasi yang seimbang,
agar menjadi manusia yang berilmu, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha
esa, berahklak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, memiliki kemampuan
berfikir serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Justeru
matlamat pendidikan diatas perlu di ambil kira kepada peserta didik abnormal atau
sering dipanggil ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) seperti anak autism dan
asperger. Istilah ABK merupakan terjemahan dari child with
special needs yang telah digunapakai secara luas di dunia internasional yang
sebelumnya menggunakan istilah difabel (difference ability). Istilah ABK ini
lebih menitikberatkan pada kebutuhan anak untuk mencapai kejayaan intelektual
sesuai dengan potensinya (Wiguna, 2010). Masyarakat awam lebih mengenal ABK
dengan istilah anak cacat, anak berkelainan, anak tuna atau anak luar biasa.
Tetapi Alimin (2008) menyebutkan istilah ABK tidak hanya mencakup anak
berkelainan atau anak penyandang cacat tetapi juga termasuk anak-anak yang
memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar. Penulisan ini cuba mengkajian sumber-sumer yang sedia ada. Tulisan
ini bertujuan untuk mengenal pasti autism dan asperger dan mengetahui bagaiman
cara memberi pendidikan Islam kepada mereka. Metode penulisan ini adalah menganalisis
suber-sumber yang merujuk kepada buku, jurnal, tulisan-tulisan ilmiyah dan
situs-situs yang relevan terhadap tajuk yang sedang dibahas. Dapatan utama
dalam kajian ini adalah masih banyak anak autism atau asperger yang belum
menerima pendidikan Islam yang sempurna sebagaimana yang diharapkan dalam
matlamat pendidikan Islam.
Pengenalan
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka yang memerlukan penanganan
khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Hingga saat ini anak berkebutuhan
khusus yang mendapat perhatian yang cukup luas di masyarakat adalah mereka yang
tergolong ke dalam pervasive developmental disorder atau autism spectrum
disorders (Fadhli, 2010). Alimin (2008) menyebutkan dalam paradigma pendidikan
kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar
belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeza-beza. Oleh kerana itu
setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar
yang berbeza pula, sebagaimana yang terdpat pada kanak-kanak autism dan
asperger. Namun, tiap kanak-kanak autisme atau
asperger adalah pemandangan yang sangat unik. Oleh itu kita mesti bekerja
dengan kekuatan dan motivasi untuk membantu mereka mencapai kebahagiaan yang
lebih besar dan potensi penuh mereka. Secara fizikalnya mereka sama seperti
kanak-kanak normal tetapi berbeza daripada segi kelakuan, kerana individu ini
(autism atau asperger) suka melakukan sesuatu berulang kali, berputar-putar
seperti kipas dan gasing, tidak suka disentuh, susah bekerja sama dan tidak
sabar menunggu giliran. Mereka bukan pembawa masalah, sebaliknya kehadiran
kanak-kanak autism atau asperger sebenarnya memberi peluang kepada kita untuk
berfikir lebih kreatif menjaga dan mendidiknya. Mendidik mereka tentang agama
khususnya adalah tugas yang mencabar yang menuntut banyak kesabaran dan
kreativiti.
Autisme
Autisme gangguan mental yang mula muncul pada peringkat kanak-kanak
yang menyebabkan seseorang berkelakuan tidak normal dan sukar berkomunikasi
dengan masyarakat (kamus dewan, 2010). Autisme adalah gangguan tingkah laku
yang sangat kompleks dan sangat luas pada anak, dimana penyakit ini merupakan
penakit yang berat yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia
tiga tahun. Ketika seorang anak didignosa dengan autis, maka hal ini akan
memberi impak yang besar bagi sianak, keluarga, sekolah dan masyarakat (Rizki Andriani, 2011). Anak dengan autis sangat sulit untuk diobati dan sangat jarang didengar,
seorang autis dapat sembuh (Perko & Mc Laughin, 2002).
Menurut Twiford (1979), kanak-kanak autisme ialah tingkah laku yang
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan normal anak-anak itu. Penyebab autisme
iaitu gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa
sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar
secara efektif. Biasanya tingkah laku yang tidak normal itu dapat dilihat dari
segi intelek dan pencapaian akademik, penyesuian emosi dan perlakuan social
(Liew Siew Yan, 2000). Gejala yang Nampak sangat terlihat pada anak ini adalah
sikap anak yang cenderung tidak memperdulikan lingkungan orang-orang di
sekitarnya seakan-akan menolak berkomunikasi dan berinteraksi serta hidup dalam
dunia sendiri. Anak autistic ini juga mengalmi kesulitan bahasa dan
berkomunikasi secara verbal. Selain itu seringkali perilaku stimulasi diri
seperti berputar-putar, membentangkan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit
dan sebagainya. Ada berbagai macam gejala autism, sama ada mereka menyakiti diri
atau tidak, mereka sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum
(menangis dan mengamuk). Adakalanya mereka menangis, tertawa atau marah tanpa
sebab yang jelas. Ganguan pada anak semacam ini lebih dikenal sebagai Autistic
Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA).
Autism dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membezakan warna kulit,
status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA
memiliki IQ yang rendah, sebahagian dari mereka dapat mencapai pendidikan
diperguruan tinggi, bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa dibidang
tertentu seperti muzik, matematika dan menggambar.
Ciri-ciri anak autism
Kanak-kanak autism mempunyai tingkah laku yang berbeza, diantaranya:
1.
Komunikasi
dan bercakap, mereka lambat untuk bercakap dan ada sesetengahnya gagal untuk
bercakap.
2.
Kognitif,
autism merupakan masalah dalam mental penghidapnya, maka ia turut memberi kesan
dalam perkembangan kognitif mereka.
3.
Ganguan
emosi, mereka mengalami masalah emosi yang tidak seimbang.
4.
Sikap,
kadangkala kanak-kanak ini akan bersikap hiperaktif terutamanya apabila mereka
berhadapan dengan suasana yang asing.
Asperger
Asperger adalah sekumpulan anak dan orang dewasa yang memiliki
karakteristik kecakapan dan perilaku yang berkelainan ( Lorna Wing, 1981). Pada
tahun 1990-an, sidrom asperger dipandang sebagai sebuah varian autisme dan
kelainan perkembangan pervasive, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi
perkembangan kecakapan dalam rentang yang luas (Hawadi, 2002). Kesulitan anak
asperger dalam besosialisasi dapat membuat mereka menjadi sangat setres di
sekolah. Banyak kendala yang akan ditemukan pada saat anak asperger memasuki
masa remaja untuk menghadapi hal tersebut, orang tua disarankan untuk segera
mencari pakar professional untuk melakukan intervensi yang diperlukan sesegera
mungkin dengan berterus terang kepada guru atau kepala sekolah dan membawa
referensi dari ahli tersebut. Meskipun penderita sidrom asperger seringkali
mengalami kesulitan secara sosial, tetapi mereka rata-rata intelek. Mereka
munking unggul dalam bidang-bidang seperti pemograman computer dan ilmu
pengetahuan. Tidak ada keterlambatan dalam kognitif kemampuan mereka, pengembangan untuk mengurus
diri sendiri, atau rasa ingin tahu tentang lingkungan mereka ( Neil K.
Kaneshiro, 2010).
Cirri-ciri asperger
Kanak-kanak asperger juga mempunyai tingkah laku yang berbeza,
diantaranya:
- Mencari perhatian
dengan berbicara keras
- Menolak untuk bertatapan
mata, tidak mampu berkomunikasi non-verbal atau menggunakan
bahasa tubuh
- Menunjukkan
ketertarikan hanya pada satu atau dua hal saja
- Tidak bisa berempati dan tidak
peka terhadap perasaan orang lain atau tidak dapat memahami
keprihatinan orang lain
- Tidak
memiliki rasa
humor dan tidak mengerti bila orang lain
membuat lelucon dan tertawa karenanya
- Bahasa tubuh, gerak badannya
pada waktu melakukan kegiatan motorik kasar, kaku dan
agak aneh dibandingkan anak lain
Samakah autism dengan asperger?
Banyak yang berpendapat bahwa Asperger tidak sama dengan Autis,
padahal dalam standard diagnose DSM IV, Asperger adalah merupakan salah satu
spectrum autis (Deny, 2008).
Selain ada perbezaan diantara keduannya, sebenarnya ada beberapa
ciri dari asperger dan autis yang sama, masing-masing punya ciri-ciri dalam hal
ketidak-manpuan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Mereka juga sama-sama menunjukkan
beberapa perilaku unik/rutinitas, walaupun dalam degree yang berbeza (varying
degree).
Tidak seperti kebanyakan anak autis, anak asperger memang tidak
menunjukkan keterlambatan bicara, mempunyai kosa kata yang sangat baik,
walaupun agak sulit untuk mengerti bahasa. Mereka pun kebanyakan mempunyai
intelek yang cukup baik, bahkan di atas rata-rata. Oleh kerana itu biasanya
secara akademik mereka tidak bermasalah dan manpu mengikuti pelajaran di
sekolah dengan baik.
Pendidkan khas
Pendidikan khas yang dimaksud disini iaitu
pendidikan agama Islam untuk anak Autism dan Asperger. Kanak-kanak berkebutuhan khas ini adalah mengenai informasi dan
kesulitan mendiagnosa para penderitanya. Agar lebih maksimal memang sebaiknya
penanganan dilakukan bermula umur masih kecil lagi, sayangnya kesalahan
diagnose sering menyebabkan kanak-kanak itu mengalami kemunduran (Eddi
Kurnianto, 2009).
Pendidikan Khas di Malaysia
Pendidikan
adalah satu keharusan yang mesti diterima oleh semua individu. Setiap anak
didik seharusnya mendapat pendidikan yang sempurna bagi meningkatkan potensi
diri. seseorang seharusnya mendapat pendiddikan yang sempurna untuk
meninggkatkan potensi diri, sama ada anak didik itu normal ataupun tidak
normal. Akan tetapi sistem pendidikan yang diterapkan kepada anak normal brbeza
dengan pendidikan yang dijalankan kepada anak yang berkeperluan khas. Pendidikan
khas adalah pengajaran yang di reka bentuk bagi memenuhi keperluan pendidikan
murid dengan keperluan khas. Pendidikan ini di rangcang secara tersendiri, dilaksanakan
secara teratur serta dinilai keberkesananya secara teliti bagi membantu murid
dengan keperluan khas mencapai tahap berdikari tinggi dan kejayaan hidup yang
memuaskan (Jamilah K.A., 2005).
Perlaksanaan
Pendidikan khas di Malaysia berdasarkan falsafah pendidikan khas 1986 yang di
keluarkan oleh Kementerian Pendidikan Malaysia, iaitu:
‘falsafah pendidikan khas ialah untuk
menyediakan peluang yang sama kepada kanak-kanak khas seperti yang diberi
kepada kanak-kanak biasa untuk perkembangan psikososial yang seimbang. Falsafah
ini diselarakan dengan objektif untuk memastikan bahawa keperluan tenaga rakyat
dan untuk memastikan bahawa sistem pendidikan itu dapat memenuhi matlamat
Negara kearah melahirkan masyarakat yang bersatu padu, berdidsiplin dan
terlatih.’
Pendidikan
khas di Malaysia berkembang pesat dan telah bermula sejak tahun 1920-an lagi. Menurut
Jabatan pendidikan Khas, kementerian pelajaran Malaysia (2001). Pendidikan khas di Malaysia bermula
dengan penubuhan sekolah rendah buta kebangsaan St. Nicholes di Melaka pada
tahun 1926, satu lagi sekolah untuk orang buta dibina di pulau pinang pada
tahun 193. Pendidikan khas berkembang dalam satu bidang lagi iaitu untuk kanak-kanak
pekak dengan pembukaan sekolah kanak-kanak pekak persekutuan di pulau Pinang pada
tahun 1957. Pembukaan sekolah kanak-kanak pekak memerlukan guru yang terlatih,
maka pada tahun 1963 telah dijalankan latihan perguruan pendidkan khas masalah
pendengaran di maktab perguruan ilmu khas.
Penyelarasan
pendidikan khas bermula dengan Akta Pelajaran 1961. Bahagian 1 (tafsiran) akta
ini di nyatakan bahawa sekolah khas bermakna sekolah yang menyediakan layanan
pendidikan yang khas untuk murid-murid yang kurang upaya. Seterusnya pendidikan
khas di jelaskan dalam Laporan Jawatan kuasa Kabinet 1978 yang menyebutkan:
Dengan adanya kesedaran bahawa kerajaan
seharusnya bertangungjawab terhadap pendidkan kanak-kanak cacat adalah diperlakukan.
Kerajaan hendaklah mengambil alih sepenuhnya tanggungjawab penddikan itu dari
pihak-pihak persatuan yang mengendalikanya pada masa ini. Di samping itu
peryertaan oleh badan-badan sukarela dalam memajukan pendidikan kanak-kanak
cacat hendaklah terus digalakkan.
Akta
pendidikan 1996 adalah era baru dunia pendidikan khas. Kerana dimasukan didalam
Akta tersebut. Didalam tersebut menteri pendidikan dikehendaki membuka kelas
pendiddikan khas di sekolah biasa berdasarkan permintaan masyarakat.
Pendidikan Agama bagi Kanak-kanak Autisme
Banyak sangat orang tua atau pendidik yang tidak memahami sifat dan
perasaan anak, sehingga mereka menilai anak atau anak didiknya malas, bodoh,
pembangkang dan sebagainya. Mereka tidak mengambil kira tentang apa yang
dialami oleh sianak, terkadang sianak bukan malas ataupun bodoh, akan tetapi
dia tidak tahu apa yang sebenarnya yang kita suruh. Contoh yang paling mudah
adalah seandainya seorang ayah menyuruh anaknya membaca bahasa china, dimana
anak tersebut tidak mau menbacanya kerena dia tidak boleh membacanya, lalu
siayah menganganggap anak itu malas, hingga mengambil tindakan seperti
membentak, mengasingkan dan memukulinya. Bagaimanapun hukuman seharusnya
sepadan dengan bentuk atau tahap kesalahan serta dilarang memukul bagian muka.
Sebagaimana dalam hadist yang artinya: “jika kamu perlu menghukum, hukumlah
mengikuti kadar kesalahan yang dilakukannya dan jauhilah daripada memukul muka
(HR. ar-Tabrani). Sebenarnya panduan Rasulullah saw itu tersirat dua makna
iaitu dari perspektif psikologi dan fisiologi. Ditinjau dari aspek psikologi,
pendekatan memberikan kemaafan adalah kaedah berlembah lembut dalam memberikan
teguran. Pendekatan ini juga berlaku bagi kanak-kanak yang tempra mental
seperti anak autis dan asperger.
Sebaiknya sebelum mereka dihantar kesekolah kanak-kanak ini sudah
mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti: dokter syaraf, dokter specialis
anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi, Orthopedagog (Guru
khusus) guna member maklum bagi orang tua. Bantuan maklumat dari orang tua,
pihak sekolah mudah untuk mengetahui bahawa kanak-kanak autisme dan asperger
itu berbeza dengan kanak-kanak yang normal. Hal inilah yang biasanya dapat
membantu dalam penyelesaian masalah pada mereka.
Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung
anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada
anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas
dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan
integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one
on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku (Agus Tri
Haryanto, 2011). Kualitas guru juga sangat mendukung, selain menjadi seorang pendidik, guru juga
menjadi seorang kreator. Kreativitas yang diterapkan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran pendidikan agama Islam adalah dengan menciptakan sebuah
model pembelajaran yang dekat dengan keseharian kanak-kanak secara nyata,
artinya guru mampu menyesuaikan pelajaran dengan kenyataan yang biasa ditemukan
dalam kesehariannya dan disesuaikan dengan tingkat perkambangan mereka.
Kreativitas serta aktivitas guru mampu menjadi inspirasi bagi para kanak-kanak
sehingga mereka terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya dan berkreasi
meskipun masih sederhana.
Kurikulum pendidikan Islam Bagi Anak Autism
Pendidikan bagi anak autis tidak sama dengan anak biasa. Kurikulum
yang disiapkan tentu juga tidak sama dan sangat individual. Di Indonesia semua
hal yang berkaitan dengan pembelajaran untuk kanak-kanak autis berpedoman pada
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Namun demikian, dinas pendidikan
memberikan kebebasan kepada masing-masing sekolah untuk menentukan kurikulum
bagi penyandang autis (Eko Djatmiko Sukarso, 2010), ini dikeranakan setiap
sekolah memiliki kebutuhan yang berbeza dalam mendidik penyandang autis.
Kurikulum autis harus dibuat berbeza-beza untuk setiap individu, mengingat
setiap anak yang butuh belajar komunikasi dengan intensif ada yang perlu
belajar bagaimana mengurus dirinya sendiri dan ada juga yang hanya perlu fokus
pada masalah akademik (Dyah Puspita, 2011). Penentuan kurikulum tiap-tiap anak
autis bergantung dari assessment (penilaian) awal yang dilakukan pra sekolah
menerima anak autis baru (dini yusuf, 2011). Biasanya, penilaian melalui
wawancara terhadap kedua orang tuanya. Wawancara ini untuk mengetahui latar
belakang, hambatan dan kondisi lingkungan sosial anak. Selain itu, penilaian
awal ini juga melalui observasi langsung terhadap anak. Lamanya penilaian awal
ini berbeza-beza, biasanya terapi ini akan digabungkan dengan bermain agar
lebih menyenangkan bagi anak autis. Terapi anak autis diatas umur lima tahun
lebih kepada pengembangan bina diri agar boleh bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar. Hal ini mesti kita lakukan kerana mereka sudah waktunya untuk sekolah
(Ira Kristiana, 2010).
Jika anak autis yang berumur diatas lima tahun belum boleh
berkomunikasi sama sekali, maka harus diberikan pelatihan tambahan yang
mengarah kepada peningkatan syaraf motorik sama ada kasar ataupun halus. Bagi
yang sudah boleh berkomunikasi, maka langsung ditempatkan disekolah riguler,
dengan catatan mereka harus tetap mengikuti pelajaran tambahan disekolah khusus
penyandang autis. Penyandang autis di bawah lima tahun diberikan terapi
bersepadu seperti terapi perilaku dan wicara. Terapi perilaku bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan, meniru dan akupasi. Terapi wicara di bermula daripada
melakukan hal-hal yang sederhana, seperti meniup lilin, tisu, melafazkan huruf
abjad dan melafazkan konsonan. Hal yang patut dicermati, adalah konsistensi
antara apa yang dilakukan disekolah dengan di rumah. Jika terdapat perbezaan
yang mencook, kemajuan anak autis akan sulit dicapai (Ira, 2010). Oleh kerana
demikian, diperlukan komunikasi intensif antara sekolah dan orang tua.
Metode Pendidikan Islam
Memberikan pendidikan Islam kepada anak perlu menggunakan
kepelbagaian teknik yang berturusan contohnya dengan memberikan pemahaman
jelas, tepat, pengajaran dan peringatan supaya akidah anak bertapak kukuh dalam
jiwa mereka, sama ada anak itu normal ataupun autis. Dalam proses pendidikan Islam,
metode juga mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam mencapai tujuan.
Dasar metode pendidian Islam
Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan
individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu
pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab
metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga
jalan yang di tempuh oleh pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode
pendidikan tersebut. Ada empat dasar metode pendidikan Islam, diantaranya ialah
dasar agamis, biologis, psikologis dan sosiologis (Rayulis dan Syamsul Nizar,
2009).
1.
Dasar
agamis, maksudnya bahawa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah
berdasarkan agama. Sedang agama Islam merujuk kepada al-Qur’an dan Hadist. Oleh
kerana itu, dalam pelaksanaan metode yang di gunapakai oleh pendidik hendaknya
di sesuaikan dengan al-Qur’an dan Hadist.
2.
Dasar
biologis, perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan
intelektualnya. Semakin baik perkembangan biologis seseorang, maka dengan
sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Untuk itu, dalam
menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan
perkembangan biolgis peserta didik.
3.
Dasar
psikologis, perkembangan dan kondisi psikoogis peserta didik akan memberi
pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan
yang di laksanakan. Dalam kondisi labil, pemberian ilmu pengetahuan akan
berjalan tidak sesuai dengan yang di harapkan. Kerana demikian metode
pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif apabila di dasarkan pada
perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya.
4.
Dasar
sosilogis, saat pembelajaran berlangsung ada interaksi antara peserta didik
dengan peserta didik yang lain dan interaksi antara pendidik dengan peserta
didik, atas dasar ini, maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus
memperhatikan dasar sosiologis.
Keempat dasar diatas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar
tercapainya tujuan pendidikan Islam. Ada banyak metode dalam pendidikan Islam,
diantaranya seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas,
demontrasi, eksperimen, amsal atau perupamaan, targhib dan tarhib dan metode
pengulangan (tikrar). Kalaupun metode ini biasa di gunapakai bagi mendidik anak
normal, namun metode-metode ini ada yang sesuai dengan anak autis.
Metode cerita
Metode cerita ialah dimana sipendidik menceritakan tentang
kisah-kisah dahulu yang berkenaan dengan bahan pelajaran, contohnya apabila
seorang pendidik mengajarkan agama Islam, dia lebih banyak bercerita tentang
kisah-kisah ilmuan Islam ataupun kisah-kisah lucu dalam Islam. Metode ini lebih
di galakkan oleh anak autis maupun asperger.
Metode ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian informasi melalui penuturan
secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar metode ini
tersebut dalam al-quran:
!$£Jn=sù öNßg8pgUr& #sÎ) öNèd tbqäóö7t Îû ÇÚöF{$# ÎötóÎ/ Èd,ysø9$# 3
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $yJ¯RÎ) öNä3ãøót/ #n?tã Nä3Å¡àÿRr& (
yì»tG¨B Ío4quysø9$# $u÷R9$# (
¢OèO $uZøs9Î) öNä3ãèÅ_ótB Nä3ã¤Îm7t^ãZsù $yJÎ/ óOçFZä. cqè=yJ÷ès? ÇËÌÈ
Maksudnya: “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba
mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia,
Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil
kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah
kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan ( QS Yunus:23).”
Ayat diatas memberi maklum kepada kita bahawa Allah menyeru kita
atau berdakwah kepada kita untuk tidak melakukan kezaliman. Metode ceramah
untuk mendidik anak autism atau asperger berbeza dengan metode ceramah yang
digunakan kepada anak normal, mungkin si pendidik anak autis ini lebih banyak
menggunakan bahan lucah atau nyanyian.
Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab atau konsultasi adalah suatu cara mengajar
dimana seorang guru mengajukan beberapa pertnyaan kepada murid tentang bahan
pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca. Prinsip
dasar metode ini terdapat dalam hadist Tanya jawab antara jibril dan nabi
Muhammad tentang iman, islam dan ihsan. Metode ini lebih sesuai untuk anak
autis atau asperger kerana sipendidik dapat maklumat langsung daripada sianak,
sehingga mudah bagi meraka untuk mendekatinya.
Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian atau penyampaian bahan
pelajaran dimana pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
membincangkan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas suatu
masalah. Abdurrahman Anahlawi menyebutkan metode ini dengan sebutan hiwar
(Ramayulis, 2000). Prinsip dasar metode ini terdapat dalam al-qur’an surat
assafat: 20-23 yang bunyinya:
(#qä9$s%ur $uZn=÷uq»t #x»yd ãPöqt ÈûïÏd9$# ÇËÉÈ #x»yd ãPöqt È@óÁxÿø9$# Ï%©!$# OçGYä. ¾ÏmÎ/ cqç/Éjs3è? ÇËÊÈ (#rçà³ôm$# tûïÏ%©!$# (#qçHs>sß öNßgy_ºurør&ur $tBur (#qçR%x. tbrßç7÷èt ÇËËÈ `ÏB Èbrß «!$# öNèdrß÷d$$sù 4n<Î) ÅÞºuÅÀ ËLìÅspgø:$# ÇËÌÈ
Maksudnya: “ dan mereka berkata: ‘aduhai celakalah kita.” Inilah
hari pembalasan. Inilah hari kepetusan yang kamu selalu mendustakannya.
Kupulkanlah orang-orang yang zalim dan teman sejawat mereka dan
sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah
kepada mereka keneraka.”
Ayat diatas menunjukkan bahawa orang-orang kafir membincangkan
ataupun mendiskusi tentang kelalaian mereka didunia. Metode ini diskusi juga
lebih selesa untuk mengajarkan pendidikan Islam kepada kanak-kanak autis.
Pendidik dapat mengumpulkan mereka pada satu tempat dan mangajak mereka untuk
manganalisa mainan-mainan ataupun gambar-gambar Islami.
Metode demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru
mempertunjukkan tentang proses sesuatu atau pelaksanaan sesuatu sedang murid
memperhatikannya. Metode ini lebih banyak digunapakai oleh pendidik anak autis
maupun asperger, kerana mereka (autism) lebih menggalakkan demontrasi melalui
pelbagai alat permainan.
Metode eksperimen
Metode eksperimen ialah suatu cara mengajar dengan menyuruh murid
melakukan sesuatu percobaan, setiap proses dan hasil percobaan itu damati oleh
setiap murid, sedang guru memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil
memberikan arahan. Metode ini juga sering digunapakai dalam proses pendidikan
anak, lebih-lebih lagi anak yang keterbelakangan mental seperti autis ataupun
asperger. Prinsip dasar metode ini terdapat dalam sebuah hadist, dimana
Rasulullah saw mengajari sahabatnya untuk melakukan tayammum ketika berhadast
dan ketiadaan air (al-Bukhari, I: 129). Sahabat Rasulullah saw melakukan upaya
pensucian diri dengan berguling ditanah ketika mereka tidak menemukan air untuk
mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw memperbaiki eksperimen mereka
dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
Metode amsal (perumpamaan)
Metode amsal iaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi
pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan. Metode ini juga sangat di
galakkan oleh kanak-kanak autis maupun asperger. Guru dapat member percontohan
dengan melakukan adegan-adegan ataupun melalui permainan-permainan yang lucu.
Dengan metode ini, seorang pendidik anak autis dapat dengan mudah mengajari
mereka praktek wuduk, shalat dan lainnya sambil bermain. Prinsip dasar metode
ini juga terdapat dalam al-quran surat al-baqarah yang bunyinya:
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=yds ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß w tbrçÅÇö6ã ÇÊÐÈ
Maksudnya: “perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan
api. Maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat (QS al-baqarah: 17).”
Perumpamaan Allah yang terdapat dalam ayat diatas sebagai satu
metode pembelajaran untuk meberikan pemahaman kepada kita agar dapat memahami
dengan baik. Metode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan
sesuatu yang lain atau mendekatkan sesuatu yang abtrak dengan yang lebih
konkrit.
Metode targhib dan tarhib
Metode targhib dan tarhib yaitu cara mengajar dimana guru
memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebajikan
dan hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan
menjauhi keburukan. Metode ini juga sangat selesa dengan kondisi anak autis, mereka
termotivasi dan belajar sungguh-sungguh kerana mengingat hadiah yang dijanjian
guru. Pendidik juga boleh menggalakkan mereka untuk belajar dengan menjanjikan
permen, ais krem dan sejenisnya yang disukai.
Metode pengulangan (tikrar)
Metode tikrar yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi
ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa dapat
mengingat lebih lama materi yang disampaikan. Metode ini lebih membantu bagi
anak autis untuk mengingat materi. Biasanya sekolah pendidikan autis telah
menbuat jadual disetiap harinya yang mana jadual tersebut merupakan satu proses
pengulangan. Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan,
latihan atau praktek yang di ulang-ulang. Sama ada latihan mental iaitu
seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupaun latihan
motorik iaitu melakukan latihan secara nyata merupakan alat bantu ingatan yang
penting. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang.
Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode
verbal atau visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan telah di lakukan
oleh Rasulullah saw dahulu lagi ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk
di ingat para sahabat.
Kesimpulan
Autisme adalah gangguan tingkah laku yang sangat kompleks dan
sangat luas pada anak, dimana penyakit ini merupakan penakit yang berat yang
gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Gangguan
Asperger merupakan salah satu gangguan autism. Gangguan ini ditandai dengan
adanya kesulitan dalam menjalin relasi, sosial yang timbal balik, serta
perilaku dan minat terbatas. Selain ada perbezaan diantara keduannya,
sebenarnya ada beberapa ciri dari asperger dan autis yang sama, masing-masing
punya ciri-ciri dalam hal ketidakmanpuan dalam berkomunikasi dan
bersosialisasi.
Bibliografi
Baker, Bruce L. and Alan J. Brightman, Steps to Independence – Teaching
Everyday Skills to Children with Special Needs, 1997, Paul H. Brookes
Publishing Co. Inc, Baltimore, US
Greenspan, Stanley, MD and Serena Wieder, PhD, 1998; The Child with
Special Needs, Perseus Publishing, US
Hodgdon, Linda A. MEd, CCC-SLP, Solving Behavior Problems in Autism –
Improving Communication with Visual Strategies, 1999, Quick Roberts Publishing,
Michigan-US.
Holmes, David L. Ed.D, 1997; Autism through the Life Span, The Eden
Model; Woodbine, USA
Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan edisi
ketiga, Kuala Lumpur, 1994.
Liew, S Y, Peranan organisasi dan kehidupan
kanak-kanak autism di wilayah persekutuan dan Selangor, thesis UM, 2000.
Rizki Andriani, 2011, Thesis: Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki
Anak Berkebutuhan Khusus.
Twiford, R., 1979, A Child With A Problem;
A Guide To The Psychological Disorder Of Children, New Jersey, Prentice-Hall,
Inc.
Zasmani Shafiee, Pendidikan Autism: Cabaran
Masakini (Austistic Education: Challenges Today), seminar kebangsaan, Bangi,
1990.